Suaraperbatasan.com - Mengenai dugaan terlibatnya Oknum Wartawan yang juga adalah anggota Aliansi Rakyat Anti Korupsi (Araksi) Nusa Tenggara Timur (NTT), yang berinisial FN, pada kasus pemerasan mulai nampak.
Para Korban Pemerasan yang diduga diperbuat oleh para anggota Araksi TTU, telah bersuara mengenai pemerasan yang dilakukan terhadap mereka, salah satunya adalah rekanan CV.Gratia, MT.
MT, kepada awak media, Minggu, 12 Maret 2023, mengatakan, peristiwa pemerasan itu dilakukan oleh para anggota Araksi TTU kepadanya sejak tahun 2022 lalu.
Pada waktu itu, sekitar bulan Juli 2022, ia melaksanakan perbaikan Embung Oenoah yang terletak di Desa Nifuboke, Kecamatan Noemuti.
Baca Juga: Akses Jalan Penghubung Desa 78 Tahun Tidak Diperhatikan Pemda, Ketua Adat Kecewa
Ketika eksavator baru tiba dilokasi untuk memperbaiki embung itu, ada temanya yang menelepon dan memberitahukannya bahwa ada anggota Araksi TTU yang mendatangi lokasi embung.
Ia pun bergegas ke sana untuk menemui mereka. Para anggota Araksi itu di antaranya CB, Oknum Wartawan, FN dan salah satu anggota Araksi lainnya.
Ketiga anggota Araksi itu menyampaikan bahwa pembangunan embung yang dikerjakan oleh CV. Gratia tidak sesuai dengan RAB dan mengancam akan melaporkannya ke APH.
Ia kemudian memberikan penjelasan bahwa pekerjaan tersebut masih dalam masa pemeliharaan dan masih bisa diperbaiki.
Baca Juga: Akibat Jalan Rusak, Masyarakat Desa Banain Pasang Baliho Saat Pemda Masuk Desa
"Setelah kami pulang, sore harinya CB menelepon saya dan meminta untuk bertemu. Saya kemudian pergi ke rumah FN di Benpasi, kebetulan kami sudah saling kenal. Saya minta dia untuk menemani saya pergi ke rumah CB,"ungkap MT.
Setibanya di rumah CB, ia diminta menyetor sejumlah uang agar mereka tidak melaporkan pembangunan embung tersebut, meskipun berulang kali dijelaskan masih dalam masa pemeliharaan.
CB memintanya menyetor uang sebesar Rp 10.000.000 yang katanya akan digunakan oleh 'bos' mereka yang tak lain merupakan Ketua Araksi NTT, untuk makan malam bersama orang dari Polda dan Kejaksaan Tinggi.
"Mereka bilang bahwa bos mereka biasanya makan malam dengan orang dari Polda, Kejati, mereka bilang tidak ada makan malam yang gratis, saya kemudian bertanya bagaimana, mereka bilang harus atur uang paling sedikit 10 juta," tutur Mardanus.